Senin, 01 Juli 2013

makalah tradisi kupatan


TRADISI KUPATAN ( LOMBAN ) DI JEPARA
Disusun guna untuk menyelesaikan Tugas Manusia dan Kebudayaan Indonesia
Dosen Pengampu : Sri Indrahti



Oleh :
Nama : Eri Murgiyanti
   NIM   : 13040112120021
               Kelas  : A
       Jurusan : Ilmu Perpustakaan
Fakultas : Ilmu Budaya


FAKULTAS ILMU BUDAYA
 UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN AKADEMIK 2012/ 2013


ABSTRAK

       Tradisi kupatan (tradisi syawalan/ bada kupat) di Jepara ialah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jepara pada sepekan setelah hari raya Idul Fitri atau pada tanggal 8 syawal di Pantai Kartini Jepara, dengan melarung kepala kerbau ke tengah lautan.  Berita ini berasal dari majalah Melayu bernama Slompret Melayu yang terbit di Semarang pada paruh kedua abad XIX edisi tanggal 12 dan 17 Agustus 1893 yang menceritakan keadaan lomban pada saat itu dan sekarang masih tetap dipertahankan.  Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah, yang melimpahkan rizki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah dan hidayahnya untuk masa depan.Tujuan diadakannya Pesta Lomban ini sebagai bentuk nyata peran Pemerintah Kabupaten Jepara dalam melestarikan budaya lokal Jepara, sebagai salah satu bentuk kearifan lokal Jepara sekaligus event untuk mempromosikan potensi wisata Kabupaten Jepara khususnya wisata budaya yang dimiliki Kabupaten Jepara.






























KATA PENGANTAR

         Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hambanya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak sanggup akan menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami dan memperluas tentang Tradisi Lomban atau Kupatan di Jepara yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.                                                                                                        
        Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang penjabaran mengenai Tradisi Lomban atau Kupatan di Jepara. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.                                                              
        Kami  juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Manusia dan Kebudayaan Indonesia yaitu Bu Sri Indrahti, yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.





Semarang, 23 Mei 2013

Penulis













BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Setiap tradisi yang mampu bertahan lama, pastilah melalui proses evolusi kebudayaan yang panjang dan memiliki kesamaan akan historis. Evolusi yang diikuti akulturasi itu, pada akhirnya menimbulkan keselarasan dan kecocokan dengan masyarakat penganutnya. Begitu halnya dengan tradisi kupatan atau lomban di Jepara.                                                            
Jepara sebagai kota yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan mempunyai satu tradisi warisan leluhur yang masih disakralkan hingga kini yaitu Tradisi Syawalan( kupatan) atau biasa disebut Pesta Lomban.  Masyarakat Jepara menganggap Pesta Lomban menjadi sebuah upacara ritual tahunan yang sakral dan memberikan kekuatan spiritual yang kuat bagi para nelayan untuk kembali melaut mencari nafkah dan merupakan ritual penolak balak di lautan, sehingga merasa nyaman dalam bekerja.                                            
Pesta Lomban merupakan pesta masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Jepara dalam bentuk sedekah laut. Namun kini sudah menjadi milik keseluruhan masyarakat Jepara, bukan nelayan saja. Pesta ini merupakan puncak acara dari Pekan Syawalan yang diselenggarakan pada tanggal 8 syawal atau 1 minggu setelah hari Raya Idul Fitri yang dirayakan di banyak daerah di Jawa Tengah. Pusat perayaan ini berada di Pantai Kartini, Jepara, namun bisa juga disaksikan di Ujung Gelam, Pantai Koin, Karimunjawa, serta beberapa tempat yang di tentukan sebelumnya.                                                                                    
 Di Jepara, tradisi kupatan (tradisi syawalan) dilakukan sepekan setelah hari raya Idul Fitri atau pada tanggal 8 syawal di Pantai Kartini Jepara, dengan melarung kepala kerbau ke tengah lautan. Tujuan diadakannya Pesta Lomban ini sebagai bentuk nyata peran Pemerintah Kabupaten Jepara dalam melestarikan budaya lokal Jepara, sebagai salah satu bentuk kearifan lokal Jepara sekaligus event untuk mempromosikan potensi wisata Kabupaten Jepara khususnya wisata budaya yang dimiliki Kabupaten Jepara.Tradisi ini biasa disebut dengan “Bada Kupat”. karena pada saat itu masyarakat Jepara merayakannya dengan memasak kupat (ketupat) dan lepet disertai rangkaian masakan lain seperti : opor ayam, rendang daging, sambal goreng, oseng-oseng dan lain-lain. Selain itu, sering pula disebut “ Pesta Lomban ” karena merupakan puncak  acara dari Pekan Syawalan . Pesta Lomban terdiri dari sedekah laut, festival kupat lepet, serta pesta Lomban itu sendiri.                                                               
 Tradisi unik ini telah ada sejak ratusan lampau. Dan masih tetap terjaga sampai sekarang dan prosesi yang dilakukan tetap sama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengerian pesta lomban atau bada kupat ?                                                                                   2. Bagaimana sejarah terjadinya  pesta lomban ?
3. Bagaimana prosesi dari pesta lomban itu sendiri ?                                                                              4. Apa maksud diadakannya pesta lomban ?


C. MANFAAT PENELITIAN
1. Mengetahui bagaimana budaya dan tradisi di Jepara?
2. Melestarikan budaya yang ada di daerah kita, supaya kita lebih mencintai bangsa kita
3. Mempertahankan tradisi budaya lokal di Jepara
D.METODE PENELITIAN
1. Literatur yaitu dengan cara mencari sumber-sumber di internet.
2. Wawancara yaitu dengan cara mewawancarai salah satu penduduk di Jepara.



















BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN                                                                                                                  
     Istilah Lomban oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “Lomba-lomba” yang berarti masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang melaksanakan lomba-lomba laut yang seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban, namun ada sebagian mengatakan bahwa kata-kata lomban berasal dari kata “Lelumban” atau brsenang-senang. Semuanya mempunyai makna yang sama yaitu merayakan hari raya dengan bersenang-senang setelah berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Yang pasti, bada lomban merupakan momen bagi para nelayan untuk bersenang-senang dalam merayakan Idul Fitri setelah menunaikan puasa sebulan penuh. Tidak hanya para nelayan, anak-anak yang tinggal di sekitar pantai menyemarakkan pesta rakyat tersebut dengan memakai baju warna-warni.
Selain pesta lomban, juga biasa dikenal bada kupat. Kupat adalah makanan tradisional yang tidak asing lagi bagi masyarakat khususnya masyarakat Jawa Tengah . Secara harfiah, ketupat(kupat) merupakan jenis makanan yang dibuat dari pembungkus pelepah daun janur yang di dalamnya berisi beras yang sudah matang. Ketupat ini hanyalah merupakan bentuk simbolisasi yang bermakna hati putih yang dimiliki oleh seseorang yang kembali suci.
      Ketupat dalam bahasa Jawa berasal dari singkatan “Ngaku Lepat” yang berarti mengakui kesalahan. Maknanya, dengan tradisi ketupat diharapkan setiap orang mau mengakui kesalahan, sehingga memudahkan diri untuk memaafkan kesalahan orang lain. Singkatnya, semua dosa yang ada akan saling terlebur bersamaan dengan hari raya idul fitri. Selain itu ketupat mengandung empat makna yakni: lebar, lebur, luber dan labur. Lebar artinya luas, lebur artinya dosa atau kesalahan yang sudah diampuni, luber maknanya pemberian pahala yang berlebih, dan labur artinya wajah yang ceria. Secara keseluruhan bisa dimaknai sebagai suatu keadaan yang paling bahagia setelah segala dosa yang demikian besar diampuni untuk kembali menjadi orang yang suci dan bersih.

 

                     

  B.SEJARAH 
                                                                                                                                                    
       Pesta lomban itu sendiri telah berlangsung lebih dari satu abad yang lampau. Berita ini bersumber dari tulisan tentang lomban yang dimuat dalam Kalawarti/Majalah berbahasa Melayu bernama Slompret Melayu yang terbit di Semarang pada paruh kedua abad XIX edisi tanggal 12 dan 17 Agustus 1893 yang menceritakan keadaan lomban pada waktu itu, dan ternyata tidak berbeda dengan apa yang dilaksanakan masyarakat sekarang. Diceritakan dalam pemberitaan tersebut, bahwa pusat keramaian pada waktu itu berlangsung di teluk Jepara dan berakhir di Pulau Kelor.                                    
          Pulau Kelor sekarang adalah komplek Pantai Kartini atau taman rekreasi Pantai Kartini yang kala itu masih terpisah dengan daratan di Jepara. Karena pendangkalan, maka lama kelamaan antara Pulau Kelor dan daratan Jepara bergandeng menjadi satu. Pulau Kelor (sekarang Pantai Kartini) dahulu pernah menjadi kediaman seorang Melayu bernama Encik Lanang, pulau ini dipinjamkan oleh Pemerintah Hindia Belnda kepada Encik Lanang atas jasanya dalam membantu Hindia Belanda dalam perang di Bali. Pesta Lomban kala itu memang saat-saat yang menggembirakan bagi masyarakat warga nelayan di Jepara.
D. PROSESI                                                                                                                          
        Pesta Lomban masa kini telah dilaksanakan oleh warga masyarakat nelayan Jepara bahkan dalam perkembangannya sudah menjadi milik warga masyarakat Jepara. Hal ini nampak partisipasinya yang besar masyarakat Jepara menyambut Pesta Lomban. Dua atau tiga hari sebelum Pesta Lomban berlangsung pasar-pasar di kota Jepara nampak ramai seperti ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ibu-ibu rumah tangga sibuk mempersiapkan pesta lomban sebagai hari raya kedua. Pedagang bungkusan kupat dengan janur (bahan pembuat kupat dan lepet) juga menjajakan ayam guna melengkapi lauk pauknya.                         
        Malam hari sebelum acara pesta Lomban berlangsung, biasanya diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Pada saat pesta Lomban berlansung semua pasar di Jepara tutup tidak ada pedagang yang berjualan semuanya berbondong-bondong ke Pantai Kartini. Pesta Lomban dimulai sejak pukul 06.00 WIB dimulai dengan upacara Pelepasan Sesaji dari TPI Jobokuto.                                                                                                                                   
          Upacara ini dipimpin oleh pemuka agama desa Jobokuto dan dihadiri oleh Bapak Bupati Jepara dan para pejabat Kabupaten lainnya. Sesaji itu berupa kepala kerbau, kaki, kulit dan jerohannya dibungkus dengan kain mori putih. Sesaji lainnya berisi sepasang kupat dan lepet, bubur merah putih, jajan pasar, arang-arang kambong (beras digoreng), nasi yang diatasnya ditutupi ikan, jajan pasar, ayam dekeman (ingkung), dan kembang boreh/setaman. Semua sesaji diletakkan dalam sebuah ancak yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah dilepas dengan do’a sesaji ini dilarung ke tengah lautan. Pembawa sesaji dilakukan oleh sejumlah rombongan yang telah ditunjuk oleh pinisepuh nelayan setempat dan diikuti oleh keluarga nelayan, semua pemilik perahu, dan aparat setempat. Pelarungan sesaji ini dipimpin oleh Bupati Jepara.                                                                                                              
         Tradisi pelarungan kepala kerbau ini dimulai sejak Haji Sidik yang kala itu menjabat Kepala Desa Ujungbatu sekitar tahun 1920. Upacara pemberangkatan sesaji kepala kerbau yang dipimpin oleh Bapak Bupati Jepara, sebelum diangkut ke perahu sesaji diberi do’a oleh pemuka agama dan kemudian diangkat oleh para nelayan ke perahu pengangkut diiringi Bupati Jepara bersama dengan rombongan. Sementara sesaji dilarung ke tengah lautan, para peserta pesta lomban menuju ke “Teluk Jepara” untuk bersiap melakukan Perang Laut dengan amunisi beragam macam ketupat dan lepet tersebut. Di tengah laut setelah sesaji dilepas, beberapa perahu nelayan berebut mendapatkan air dari sesaji itu yang kemudian disiramkan ke kapal mereka dengan keyakinan kapal tersebut akan mendapatkan banyak berkah dalam mencari ikan. Ketika berebut sesaji ini juga dimeriahkan dengan tradisi perang ketupat dimana antar perahu yang berebut saling melempar dengan menggunakan ketupat.   Selanjutnya dengan disaksikan ribuan pengunjung Pesta Lomban acara “Perang Teluk” berlangsung ribuan kupat, lepet, kolang kaling, telur-telur busuk berhamburan mengenai sasaran dari perahu ke perahu yang lain. “Perang Teluk” usai setelah Bupati Jepara beserta rombongan merapat ke Pantai Kartini dan mendarat di dermaga guna beristirahat dan makan bekal yang telah dibawa dari rumah. Di sini para peserta pesta Lomban dihibur dengan tarian tradisional Gambyong dan Langen Beken dan lain sebagainya.
       Bunyi petasan yang memekakkan telinga dan peluncuran “Peluru” kupat dan lepet dari satu perahu ke perahu yang lain. Saat “Perang Teluk” berlangsung dimeriahkan dengan gamelan Kebogiro. Seusai pertempuran para peserta Pesta Lomban bersama-sama mendarat ke Pulau Kelor untuk makan bekalnya masing-masing. Di samping makan bekalnya situasi di Pulau Kelor tersebut ramai oleh para pedagang yang juga menjual makanan dan minuman serta barang-barang kebutuhan lainnya. Selain pesta-pesta tersebut, para nelayan peserta Pesta Lomban tak lupa lebih dahulu berziarah ke makam Encik Lanang yang dimakamkan di Pulau Kelor tersebut. Sebelum sore hari Pesta Lomban berakhir penonton dan peserta pulang ke rumah masing-masing.
C. MAKSUD
Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah, yang melimpahkan rizki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah dan hidayahnya untuk masa depan. Selain itu pelarungan ditujukan sebagai salah satu bentuk rasa hormat kepada Yang Maha Penguasa ‘sing mbaurekso’ sebagai ruh para leluhur yang mereka percaya dapat menjaga dan melindunginya dari segala ancaman marabahaya dan mala petaka.                                         
Tradisi upacara yang masih bertahan dapat memberi gambaran bahwa masyarakat nelayan masih memegang teguh adat istiadat yang diwarisi secara turun-temurun. Kepercayaan terhadap leluhur, roh halus merupakan manifestasi keteguhan hati yang masih mengakar pada diri nelayan Jepara dalam hal nguri-uri kebudayaan leluhurnya













BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.KESIMPULAN                                                                                                                 
      Lomban seakan mengandung magnet yang mampu menyedot banyak orang berdatangan dari berbagai penjuru tempat. Meski, sebenarnya tidak ada sesuatu yang sama sekali baru yang “terhidangkan” di tradisi lomban jika dibandingkan dengan hari-hari (libur) biasa. Perahu-perahu yang disewakan untuk pengunjung juga sama perahu yang biasa melayani pengunjung di hari-hari (libur) biasa. Paling-paling hanya sedikit dihiasi dengan bahan janur. Memang, biasanya saat kupatan ada pertunjukan-pertunjukan hiburan rakyat yang jumlahnya relatif banyak. Dan, situasi itu mengundang banyak pedagang untuk berjualan, baik jenis makanan maupun suvenir (khas derah). Sekarang, berbagai lomba telah mulai berkurang. Ritual tahunan kupatan, agaknya tak hanya untuk ajang rekresai tradisi keluarga, tapi juga sebagai media bersilaturahmi antar pengunjung yang masih memiliki ikatan sosial, apakah teman lama, kolega, tetangga kampung, ataupun yang lainnya; jika di saat Lebaran mereka belum berjumpa.                                                                                           
         Di samping itu, dari sisi ekonomi, boleh jadi tradisi lomban menjadi lahan produktif.  Tak hanya menguntungkan pengusaha perahu/kapal, tetapi juga para nelayan, yang sehari-harinya ketika melaut tak selalu “menjanjikan”. Warga pesisir yang memiliki usaha kerajinan tangan boleh merasakan berkah. Pedagang musiman, yang barangkali tak hanya berasal dari daerah setempat, tetapi daerah lain pun teranugerahi rezeki. Itu artinya, perputaran ekonomi yang masih dekat dengan masa Lebaran, yang memungkinkan uang dari pusat-pusat ekonomi tergelontorkan ke daerah boleh juga mereka cicipi demi menjaga keberlangsungan hidup keluarga.                                                                                                                                     
       Dari segi sosial, pesta lomban bisa menjadi sarana komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah Jepara serta antar masyarakat Jepara sendiri. Momentum pesta lomban menunjukkan bahwa masyarakat Jepara memegang teguh tradisi yang telah ada untuk diwariskan kepada penerus-penerus bangsa penerus-penerus bangsa.
B. SARAN
Sebagai masyarakat, khususnya masyarakat indonesia kita harus lebih menjaga dan mempertahankan budaya bangsa kita supaya tidak diakui oleh bangsa lain. Dengan cara mempelajari dan melestarikan budaya di daerah kita khususnya.                                                       
Tradisi Kupatan atau Lomban di Jepara sendiri harus tetap dilakukan setiap tahunnya, agar kita selalu ingat dengan allah atas segala nikmat dan karunianya yang diberikan kepada kita yaitu para nelayan tetap bisa mencari nafkah di laut dan dengan harapan tidak ada bahaya atau musibah yang menimpa kita kedepannya. Selain itu, masyarakat juga bisa lebih dekat  dengan pemerintah daerahnya yang selalu datang pada acara tersebut. Masyarakat juga bisa saling menjaga tali silaturahmi antar keluarga, teman, maupun tetangga, dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA